Sedikit “lebay” dan ngga nyambung menamainya algoritma. Ya sudahlah.
Sudah dua minggu ramadhan ini berlalu. Syiarnya memang tak seramai di
Indonesia, tapi aku pun tak kalah punya cerita. Ramadhan disini memang berbeda.
Puasanya tujuhbelas jam lamanya. Mulai pukul dua, hingga tujuh malam matahari
mulai terbenam. Algoritma ramadhan, beginilah ia …
Jam biologis, begitu orang menyebutnya. Waktu natural yang
dimiliki tubuh untuk mengatur metabolisme, mungkin. Aku pun tak terlalu paham.
Ramadhan kali ini membuat aku harus berusaha menggeser jam biologis tersebut.
Ketika di hari biasa aku sudah terlelap pukul sebelas, tidak kali ini. Aku
harus berusaha untuk tetap terjaga hingga subuh tiba. Lumayan, bisa sambil
menyelesaikan tugas maupun tilawah. Sudah dua minggu terakhir aku menerapkan
pola ini. Tidur pukul tiga hingga delapan pagi. Lalu secepatnya bergegas menuju
tempat “formal” untuk belajar, kampus. Bahkan tak jarang aku terlelap di kelas
selama minggu pertama (walaupun di lain waktu memang sudah biasanya begini sih
:v). Istirahat siang dimana kafetaria adalah tujuanku, sekarang aku punya waktu
lebih untuk mereview pelajaran. Tak jarang setengah waktu isirahat siang ku
gunakan untuk merefresh otak dan mata yang suka tak kompromi di minggu-minggu
pertama penyesuaian ini.
|
Beginilah kira-kira jadwal shubuh dan maghrib selama ramadhan |
Urusan perut pun tak perlu dikhawatirkan. Ramadhan memang
penuh berkah, tak terkecuali berkah rezeki untuk perut ini. Rutin masjid
menyediakan menu berbuka. Sehingga selesai kegiatan di kampus, segera aku kayuh
sepeda menuju masjid. Lumayan, sembari menunggu adzan sembari tilawah beberapa
halaman. Alhamdulillah. Tak jarang pula saudara-saudara yang berbagi rezeki
“bento gratis”, dengan berbagai syaratnya. “Minimal tilawah setengah jus mulai
dari maghrib hari ini sampai maghrib besok” adalah salah satunya. Lagi-lagi
Alhamdulillah, tilawah dapat bento dapat. Akhir pekan pun tak kalah menarik.
Silaturahmi Keluarga Muslim Indonesia Sendai (KMIS) di hari sabtu lengkap
dengan siraman rohani dan menu buka yang sangat Indonesia. Sejenak mengobati
rindu ini. Sedangkan di hari minggu, perut ini tak bisa menahan hasrat untuk
berkali-kali “tanduk” alias tambah kala disuguhi berbagai macam olahan kambing
atau sapi saat buka bersama ICCS (Islamic Cultural Center Sendai). Suasana
ramadhan pun jadi lebih terasa ketika silaturahim berkumpul bersama saudara
seiman.
|
Menu buka KMIS. Indonesia banget kaaan |
0 komentar: